Nama ’seudati’ berasal dari akar kata syahadat atau syahadatain yang bermakna pengakuan, dua perkara
penyaksian. Di dalam agama Islam, syahadat merupakan ikrar seseorang yang
mengakui atau memberikan saksi berketuhanan dan kepemimpinan. Para penyiar
agama Islam di bumi Serambi Mekah menggunakan tarian bernuansa agama sebagai
metode penyebaran pesan ilahi. Ada pula yang mengatakan bahwa kata seudati berasal dari kata seurasi yang berarti harmonis atau
kompak.
Seudati telah dikembangkan sejak
agama Islam masuk ke Aceh.Diberitakan muncul pada awal perkembangannya dari Desa
Gigieng, Simpang Tiga, Pidie di bawah bimbingan Syeh Tam dan juga di Desa Didoh
yang dibimbing oleh Syeh Ali Didoh. Tak heran tarian ini lebih populer di
daerah Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Timur.
Seudati ditarikan oleh delapan orang laki-laki
sebagai penari utama, terdiri dari satu orang pemimpin yang disebut syeikh ,
satu orang pembantu syeikh, dua orang pembantu di sebelah kiri yang disebut
apeetwie, satu orang pembantu di belakang yang disebut apeet bak , dan tiga
orang pembantu biasa. Selain itu, ada pula dua orang penyanyi sebagai pengiring
tari yang disebut aneuk syahi.
Jenis tarian ini tidak menggunakan alat musik,
tetapi hanya membawakan beberapa gerakan, seperti tepukan tangan ke dada dan
pinggul, hentakan kaki ke tanah dan petikan jari. Gerakan tersebut mengikuti
irama dan tempo lagu yang dinyanyikan. Bebarapa gerakan tersebut cukup dinamis
dan lincah dengan penuh semangat. Namun, ada beberapa gerakan yang tampak kaku,
tetapi sebenarnya memperlihatkan keperkasaan dan kegagahan si penarinya. Selain
itu, tepukan tangan ke dada dan perut mengesankan kesombongan sekaligus
kesatria.
Busana tarian seudati terdiri dari celana panjang
dan kaos oblong lengan panjang yang ketat, keduanya berwarna putih; kain
songket yang dililitkan sebatas paha dan pinggang; rencong yang disisipkan di
pinggang; tangkulok (ikat kepala) yang berwarna merah yang diikatkan di kepala;
dan sapu tangan yang berwarna. Busana seragam ini hanya untuk pemain utamanya,
sementara aneuk syahi tidak harus berbusana seragam. Bagian-bagian terpenting
dalam tarian seudati terdiri dari likok (gaya; tarian), saman (melodi), irama
kelincahan, serta kisah yang menceritakan tentang kisah kepahlawanan, sejarah
dan tema-tema agama.
Pada umumnya, tarian ini diperagakan di atas pentas
dan dibagi menjadi beberapa babak, antara lain: Babak pertama, diawali dengan
saleum (salam) perkenalan yang ucapkan oleh aneuk syahi saja, yaitu:
Assalamualaikum Lon tamong lam seung,
Lon jak bri saleum keu bang syekh teuku….
Fungsi aneuk syahi untuk mengiringi seluruh rangkaian
tari. Salam pertama ini dibalas oleh Syeikh dengan langgam (nada) yang berbeda:
Kru seumangat lon tamong lam seung,
lon jak bri saleum ke jamee teuku….
Syair di atas diulangi oleh kedua apeetwie dan
apeet bak. Pada babak perkenalan ini, delapan penari hanya melenggokkan
tubuhnya dalam gerakan gemulai, tepuk dada serta jentikan delapan jari yang
mengikuti gerak irama lagu. Gerakan rancak baru terlihat ketika memasuki babak
selanjutnya. Bila pementasan bersifat perntandingan, maka setelah kelompok pertama
ini menyelesaikan babak pertama, akan dilanjutkan oleh kelompok kedua dengan
teknik yang berbeda pula.
Biasanya, kelompok pertama akan turun dari pentas.
Babak kedua, dimulai dengan bak saman , yaitu seluruh penari utama berdiri
dengan membuat lingkaran di tengah-tengah pentas guna mencocokkan suara dan
menentukan likok apa saja yang akan dimainkan. Syeikh berada di tengah-tengah
lingkaran tersebut. Bentuk lingkaran ini menyimbolkan bahwa masyarakat Aceh
selalu muepakat (bermusyawarah) dalam mengambil segala keputusan. Muepakat itu,
jika dikaitkan dengan konteks tarian ini, adalah bermusyawarah untuk menentukan
saman atau likok yang akan dimainkan.
Di dalam likok dipertunjukkan keseragaman gerak,
kelincahan bermain dan ketangkasan yang sesuai dengan lantunan lagu yang
dinyanyikan aneuk syahi . Lantunan likok tersebut diawali dengan:
Iiiiii la lah alah ya ilalah…. (secara lambat dan
cepat)
Seluruh penari utama akan mengikuti irama lagu yang
dinyanyikan secara cepat atau lambat tergantung dengan lantunan yang
dinyanyikan oleh aneuk syahi tersebut. Fase lain adalah fase saman . Dalam fase
ini beragam syair dan pantun saling disampaikan dan terdengar bersahutan antara
aneuk syahi dan syeikh yang diikuti oleh semua penari. Ketika syeikh
melontarkan ucapan:
walahuet seuneut apet ee kataheee, hai syam,
maka anek syahi akan menimpali dengan jawaban:
lom ka dicong bak iboih, anuek puyeh ngon cicem
subang.
Untuk menghilangkan rasa jenuh para penonton,
setiap babak ditutup dengan formasi lanie, yaitu memperbaiki formasi yang
sebelumnya sudah tidak beraturan.
0 comments:
Post a Comment